BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk
Allah Swt, telah dikarunia Allah Swt kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat
rohaniah dan jasmaniah, agar dengannya manusia mampu mempertahankan hidup serta
memajukan kesejahteraannya. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang
sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupannya
di segala bidang. Sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan
manusia tidak lain adalah pendidikan.
Sesuai dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1
ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu bahwa :
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.”1
Ngalim
Purwanto mengatakan dalam bukunya “ pendidikan ialah pimpinan yang diberikan
dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani
dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat”.2
|
Mengingat begitu pentingnya pendidikan
bagi kehidupan manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya
sehingga memperoleh hasil yang baik pula. Dalam rangka meningkatkan pendidikan
di Indonesia serta menumbuhkan suatu sistem
pembelajaran yang berkualitas, maka sistem pembelajaran tersebut harus
menuju pada proses belajar yang kompetitif dan mandiri, karena salah satu
tujuan utama pendidikan adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis, membuat keputusan rasional tentang apa yang diperbuat atau apa yang
diyakini.
Konsep
lebih lanjut Redja Mudyahardjo menyatakan bahwa Pendidikan dimaknai sebagai
pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam
pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi
masyarakat. Dalam definisi luas, pendidikan adalah segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala lingkungan, segala situasi hidup dan sepanjang
hidup, yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam definisi sempit
pendidikan adalah sekolah, pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal”.3
Pendidikan
adalah pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang
diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Karena
pada kenyataannya, seorang anak atau peserta didik nantinya akan berhubungan
dan berkontribusi untuk masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari tugas sosial
individu.
Ekonomi
merupakan bagian dari ilmu sosial berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
oikonomia, kata ini berasal dari kata oikos dan nomos, oikos berarti rumah
tangga dan nomos berarti terlaksana atau pengaturan, jadi ekonomi mengandung
arti tentang hubungan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia merupakan makhluk ekonomi, sehingga selalu berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Menurut
Umasih bahwa “Manusia adalah makhluk ekonomi (homo economicus) yang selalu
bertindak dengan penuh perhitungan dan berusaha mencari keuntungan bagi
dirinya”.4
Rohandi
Abdul Fatah mengatakan bahwa “Salah satu ciri manusia modern ialah senantiasa
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya manusia tersebut
menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada posisi yang diperlukan dalam
kehidupan”.5
Sebab
dengan ilmu dan teknologi yang tinggi manusia akan terangkat derajat
kehidupannya, baik kehidupan agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi akan diangkat derajatnya
oleh Allah sejajar dengan orang-orang yang mempunyai keimanan yang mantap,
tangguh dan kuat.
Dahulu
mungkin kita berpikir bahwa kegiatan belajar mengajar harus dalam ruang kelas.
Dengan kondisi dimana guru atau dosen mengajar di depan kelas sambil sesekali
menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa puluh tahun yang lalu pun
telah dikenal pendidikan jarak jauh. Walaupun dengan mekanisme yang boleh
dikatakan cukup sederhana untuk ukuran sekarang, tetapi pada saat itu metode
tersebut sudah dapat membantu orang –orang yang butuh belajar atau mengenyam
pendidikan tanpa terhalang kendala geografis. Memang kita akui sejak
ditemukannya teknologi internet hampir segalanya menjadi mungkin. Kini kita
belajar tak hanya dimana saja tetapi sekaligus kapan saja dengan fasilitas yang
serba ada.
Di
zaman yang serba modern seperti sekarang ini mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial yang diajarkan secara konvensional (ceramah, diskusi) di sekolah-sekolah
baik di tingkat dasar maupun sekolah lanjutan dirasakan kurang menarik
perhatian siswa, begitu pula oleh kurang variatifnya metode-metode pembelajaran
yang disampaikan guru kepada siswanya sehingga hal tersebut menyebabkan
kurangnya minat siswa untuk memperhatikan, menyimak dan mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran IPS yang ada selama ini lebih
bersifat kognitif, sedangkan asfek afektif dan psikomotorik terabaikan,
akibatnya pembelajaran IPS tidak memberikan pengaruh yang positif dan
signifikan dalam proses pembentukan jati diri siswa setelah mendapatkan
pembelajaran pendidikan IPS di sekolah.
Selama
ini pembelajaran IPS di sekolah masih menggunakan metode konvensional saja,
belum menggunakan metode yang lain seperti media audio visual, oleh
sebab itu dengan adanya media audio visual dalam dunia pendidikan
khususnya dalam pendidikan IPS diharapkan dapat merubah paradigma berfikir,
menstimulus keingintahuan dan minat siswa untuk lebih untuk mengeksplorasi
lebih dalam ilmu pengetahuan sosial menjadi satu kebutuhan baik jasmaniah
maupun rohaniah siswa.
Di
bawah ini akan dipaparkan sekelumit uraian tentang media audio visual sebagai
media pembelajaran IPS sebagai satu alternative dari sekian banyaknya media
pembelajaran yang dapat digunakan pada mata pelajaran IPS, sehingga guru dalam
pelaksanaan pembelajaran IPS mempunyai banyak alternative dalam mengajarkan
IPS.
Media
adalah sarana untuk mendekatkan siswa dengan sumber belajar melalui penggunaan
metode yang relevan. Dalam rangka mengembangkan aspek social siswa maka media
pembelajaran IPS menjadi suatu hal yang mutlak digunakan dalam setiap
pembelajaran.
Terdapat
beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS yaitu:
1. Media
gambar, berupa foto obyek, sketsa gambar, peta dan denah yang berhubungan
dengan materi pembelajaran IPS.
2. Media
multimedia yang menampilkan suara dan gambar bergerak yang berhubungan dengan
pembelajaran IPS.
3. Media
konkrit yaitu suasana lingkungan sosial yang nyata yang berhubungan dengan
pembelajaran IPS.
Secara efektivitas media audio visual
sangat baik digunakan dalam pembelajaran IPS. Akan tetapi secara prinsip
berpotensi menjauhkan siswa dari aspek hakekat hidupnya sebagai makhluk sosial.
Secara nyata makhluk sosial adalah makhluk yang dapat berinteraksi dengan
jenisnya secara langsung. Dengan hadirnya media audio visual seolah terjadi
pembatasan.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam
pembelajaran IPS hendaknya guru berusaha menyeimbangkan penggunaan media audio
visual yang bersifat instan dengan media social lainnya yang konkrit. Sehingga
siswa dapat mengembangkan aspek EQ dengan baik yang manfaatnya kelak akan
berguna bagi siswa dalam kegiatan bersosialisasi di masyarakat. Sebab dengan
bersosialisasi mereka akan tahu apa sesungguhnya makna hidup. Karena hidup
bukan hanya dalam rangka memenuhi kebutuhan materi akan tetapi mendapat
pengakuan sosial berupa aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan manusia yang
paling tinggi.
Siswa sebagai bagian dari kapasitasnya
sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Pengembangan media
pembelajaran IPS hendaknya sedapat mungkin mempertimbangkan hal-hal tersebut.
Wina Sanjaya mengatakan bahwa:
“Media
pembelajaran IPS dapat dibedakan atas media gambar, media multimediadan media
konkrit. Penggunaan media multi media memiliki keunggulan secara teknis jika dipandang dari kemampuannya untuk
mengolah data dan menampilkan gambar. Sehingga menyebabkan ketertarikan para
guru untuk menggunakan media multimedia karena fungsinya yang sangat banyak”.6
Sungguh sangat menjengkelkan, ketika
guru mengajar mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, banyak siswa yang
tidak memperhatikan, banyak siswa yang mengobrol, membaca buku atau bahkan ada
yang mengantuk. Guru berusaha mengingatkan siswanya untuk memperhatikan
penjelasannya, akan tetapi hanya sebentar saja siswa mau memperhatikan, setelah
itu siswa kembali pada aktivitasnya semula, yaitu mengobrol, membaca dan
mengantuk.
Merasakan situasi yang demikian guru benar-benar
merasa jengkel, ia merasa tidak nyaman, merasa disepelekan oleh siswa. Dan
perasaan jengkel itu semakin menjadi jadi ketika banyak siswa yang tidak dapat
mengerjakan soal yang diberikan guru, maka ketika jam pelajaran usai guru
seakan-akan keluar dari mimpi buruk yang menegangkan, sampai di rumah peristiwa
itu terus menerus membayanginya. Ia mencoba merenung dan berfikir apa yang
telah terjadi dikelasnya.
Melihat hal tersebut, maka perlu
dilakukan suatu penelitian untuk menemukan sebuah alternatif pemecahan masalah
dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui
Pemanfaatan Media Audio Visual Pada Siswa Kelas IV MI.Al-Ukhuwwah Slipi Jakarta Barat
B.
Identifikasi
Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Hasil belajar siswa yang masih rendah.
2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa.
3. Model pembelajaran masih monoton dan cenderung satu arah.
4. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang efektif.
5. Suasana kelas yang kurang kondusif selama proses pembelajaran.
6. Rendahnya perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
Fokus
penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar IPS melalui pemanfaatan media
audio visual
C.
Pembatasan
Fokus Penelitian
Karena terlalu banyak masalah yang
ditemukan dan untuk memungkinkan pengolahan data yang lebih baik di dalam
penulisan, maka;
1.
Metode
pembelajaran pada penelitian ini dibatasi pada penggunaan media audio visual.
2.
Hasil
belajar pada yang diukur adalah aspek kognitif.
3.
Konsep yang
digunakan adalah konsep aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya
alam dan potensi lain di daerahnya.
4. Siswa Madrasah Ibtidaiyah ....................... dibatasi pada kelas IV Tahun
Pelajaran .......................
D.
Perumusan
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunaan media
audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan
potensi lain di daerahnya. ?
E. Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan
sosial pada konsep sumber daya alam dengan menggunakan metode audio visual
siswa kelas IV MI. ................
F. Manfaat
Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi
guru bermanfaat sebagai bahan masukan dalam menjalankan proses pembelajaran di
sekolah.
2. Bagi
siswa, dengan penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa di kelas meningkat.
3. Bagi
pembaca, skripsi ini diharapkan menjadi sumber inspirasi dan masukan yang
berarti dalam dunia pendidikan.
4. Bagi
peneliti bermanfaat sebagai masukan pengetahuan dan dapat membandingkan dengan
teori pembelajaran yang lain dan menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran
di madrasah ibtidaiyah.
BAB
II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN
KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1.
Hakikat Hasil Belajar
a.
Pengertian
Belajar
Oemar Hamalik berpendapat bahwa “belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan”.[1]
Menurut Pribadi, “belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh kemampuan atau kompetensi yang diinginkan”.[2]
Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperlukan untuk melakukan sebuah tugas dan pekerjaan. Smith dan
Ragan dalam Pribadi memaknai konsep belajar “sebagai perubahan yang bersifat
relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang di akibatkan
oleh pengalaman”.[3]
Menurut Gagne, “belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu
organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.[4]
Definisi belajar menurut Gagne “merupakan kegiatan yang kompleks,
dan hasil belajar berupa kapabilitas disebabkan oleh stimulasi yang berasal
dari lingkungan dan proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar”.[5]
Belajar menurut B.F Skinner dalam Faturahman, dkk., “merupakan
suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif, dan dalam belajar ditemukan hal-hal sebagai berikut:”[6]
1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar,
2) Respons peserta didik
3) Konsekuensi yang bersifat menggunakan respons tersebut, baik
konsekuensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan belajar
merupakan suatu proses perubahan perilaku seseorang yang didasarkan oleh
pengalaman dan pengetahuan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
Belajar bukanlah suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mecapai tujuan.
Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.
Menurut Faturahman,
dkk. ada berbagai prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi
pendidikan yaitu: Belajar terjadi dan diikuti dengan keadaan memuaskan maka
hubungan itu diperkuat, Spread of effect yaitu emosional yang mengiringi
kepuasan itu tidak terbatas kepada sumber utama pemberi kepuasan tetapi
kepuasan mendapat pengetahuan baru, law of exercise yaitu hubungan
antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latihan dan penguasaan, dan law
of primacy yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama akan
sulit digoyahkan.7
Beberapa prinsip atau kaidah dalam
proses pembelajaran sebagai hasil eksperimen para ahli psikologi yang berlaku
yaitu motivasi, pembentukan, kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar,
feedback, response, trial and error, transfer dalam
belajar dapat bersifat positif atau negatif dan proses belajar yang bersifat
individual.
Menurut pandangan para ahli psikologi kognitif, sesuatu yang
penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi operant conditioning ini,
yaitu apa sebenarnya yang terjadi.
Semua pendekatan belajar sepertinya tidak peduli pada persepsi
siwa atau insight dan kognisi dari hubungan hubungan esensial antara
unsur-unsur dalam situasi ini.
b. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suprijono, hasil belajar adalah “perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya,
hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana
tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan
komprehensif."8
Selanjutnya, menurut pendapat Syaiful Bahri, mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, yang diperoleh dari
suatu proses usaha individu dalam interaksi dengan lingkungannya.”9
Merujuk pada pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan suatu acuan dari perubahan perilaku seorang peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam
proses belajar mengajar karena memberikan informasi terhadap guru tentang
kemajuan siswa untuk mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya, informasi tersebut guru dapat menyusun dan menentukkan
langkah-langkah pembelajaran atau kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, agar
siswa bisa lebih memahami keseluruhan materi pembelajaran dan meningkatkan
hasil belajar siswa, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Horward Kingsley “membagi tiga macam hasil belajar yaitu: a) Keterampilan dan kebiasaan; b) Pengetahuan
dan pengertian; c) Sikap dan cita-cita, masing-masing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.”10
Menurut Oemar Hamalik menjelaskan bahwa hasil belajar adalah
“apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan tidaaaak mengerti menjadi
mengerti.”11
Hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Dan merujuk pada pemikiran Gagne
dalam Djamarah, yang mengungkap-kan bahwa hasil belajar berupa hal-hal:
1)
Informasi verbal yaitu
kapasitas mengungkapkan penge-tahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik pula.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun
penerapan aturan.
2)
Keterampilan intelektual
yaitu kemampuan memperentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual
terdiri dari kemampuan mengategorisasi kemampuan analitis sintesis fakta,
konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip ilmiah. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.
3)
Strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan meng-arahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan
ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)
Keterampilan motorik yaitu
kemampuan melakukan serang-kaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)
Sikap adalah kemampuan
menerima atau menolak objek berdasar-kan penilaian terhadap objek tersebut.
Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai, dan
dapat menjadi-kan nilai-nilai tersebut sebagai standar nilai.12
c.
Indikator
Hasil Belajar
Hasil belajar sangat berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dalam sebuah kegiatan belajar
mengajar. Keberhasilan dalam belajar siswa dapat dilihat dari perolehan hasil
belajar siswa.
Menurut Taksonomi Bloom dalam Nana Sudjana, hasil belajar mencakup
pada kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dan berdasarkan taksonomi
bloom hasil belajar dalam rangka studi yang dicapai melalui tiga kategori ranah
antara lain:
1)
Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2)
Ranah Afektif
Berkenaan dengan
sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3)
Ranah Psikomotor
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yaitu (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan
keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. 13
Dalam hal ini hasil belajar kognitif lebih dominan diban-dingkan
dengan afektif dan psikomotor. Namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga
harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku
secara kese-luruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Bloom dan Krathwohl dalam bukunya Taxonomy
of Educational Objectives menyatakan bahwa: domain kognitif mencakup tujuan
yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan
intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor
mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor).
Ketiga ranah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 14
Tabel 2.1 Domain Taksonomi Bloom
Domain
|
Keterangan
|
a. Klasifikasi tujuan
kognitif (Bloom, 1956)
|
|
1.
Ingatan/recall
|
Mengacu
pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang
sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan
mengingat keterangan dengan benar.
|
2.
Pemahaman
|
Mengacu
kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas
pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
|
3.
Penerapan
|
Mengacu
kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari
pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip.
|
4.
Analisis
|
Mengacu
kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor
penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan
yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
|
5.
Sintesis
|
Mengacu
kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk
suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang
kreatif.
|
6.
Evaluasi
|
Mengacu
kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk
tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat hasil belajar tertinggi dalam
domain kognitif.
|
b.
Klasifikasi tujuan afektif (Krathwohl, 1964)
|
|
1.
Penerimaan
|
Mengacu
kepada kesukarelaan dan kemampuan memberikan respons terhadap stimulasi yang
tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain
afektif.
|
2.
Pemberian respons
|
Satu
tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara
aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
|
3.
Penilaian
|
Mengacu
kepada nilai atau pentingnya kita menitikberatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak
menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap”
dan “apresiasi”.
|
4.
Pengorganisasian
|
Mengacu
kepada penyatuan nilai.
|
5.
Karakterisasi
|
Mengacu
kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Tujuan dalam kategori ini bisa ada
hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
|
c.
Klasifikasi tujuan psikomotorik (Dave, 1970)
|
|
1.
Peniruan
|
Terjadi
ketika siswa mengamati suatu gerakan. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk
global dan tidak sempurna.
|
2.
Manipulasi
|
Menekankan
perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan
pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini
siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru
tingkah laku saja.
|
3.
Ketetapan
|
Memerlukan
kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada
tingkat minimum.
|
4.
Artikulasi
|
Menekankan
koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan
mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan
yang berbeda.
|
5.
Pengalamiahan
|
Menuntut
tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik
maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan
tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
|
Sumber: Uzer Usman (2009:34-37)
Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun
2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata
kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori
masih diurutkan secara hierarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi.
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan
menjadi analisis saja.
Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak ada
perubahan jumlahnya karena Lorin memasukkan kategori baru yaitu creating (mencipta)
yang sebelumnya tidak ada.
Tabel 2.2 Dimensi Proses Kognitif
Revisi Taksonomi Bloom
Kategori-kategori
|
Proses-proses Kognitif
|
Nama-nama Alternatif
|
1. Mengingat
Mencari dan menemukan pengetahuan dari memori jangka panjang
|
1.1 Mengenali ulang
|
Mengidentifikasi
|
1.2 Mengingat ulang
|
Mencari-temu
|
|
2. Memahami
Mengkonstruksi makna dari pesan-pesan instruksional, mencakup
komunikasi lisan, tertulis, dan grafis
|
2.1 Menginterpretasi
(Menafsir)
|
Klarifikasi, paraphrasing, menyajikan-ulang, translasi
|
2.2 Mengeksemplifikasi
(Menyontohkan)
|
Mengilustrasikan, mencontohkan
|
|
2.3 Mengklasifikasi
|
Kategorisasi, subsuming
|
|
2.4 Summarizing (Mengikhtisarkan)
|
Mengabstraksi, generalisasi
|
|
2.5 Menyimpulkan
|
Menyimpulkan, mengekstrapolasi, menginterpolasi, memprediksi
|
|
2.6 Membandingkan
|
Mengkontraskan, memetakan, memadankan
|
|
2.7 Menjelaskan, mengekplanasi
|
Mengkonstruksi model-model
|
|
3. Mengaplikasi/ Menerapkan
Melaksanakan atau menggunakan sebuah prosedur dalam sebuah
situasi yang ada
|
3.1 Mengeksekusi
|
Melaksanakan
|
3.2 Mengimplementasi-kan
|
Menggunakan
|
|
4. Menganalisis
Menguraikan material menjadi bagian-bagian pembentuknya dan
menentukan bagaimana bagian-bagian ini saling berkaitan dan dengan
struktur totalnya atau tujuannya
|
4.1 Membedakan
|
Diskriminasi, membedakan, memfokuskan, memilih
|
4.2 Mengorganisasi
|
Menemukan koherensi, mengintegrasikan, menyusun kerangka, parsing,
menstrukturkan
|
|
4.3 Mengatribusi
|
Mendekonstruksi
|
|
5. Mengevaluasi
Membuat judgement didasarkan atas kriteria dan standar
|
5.1 Mengecek
|
Mengkoordinasi, mendeteksi memantau, mentes,
|
5.2 Mengkritik
|
Men-judge
|
|
6. Mengkreasi
Menyusun unsur-unsur secara bersamaan untuk membentuk
sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional; mereorganisasi
unsurunsur
menjadi sebuah pola atau struktur baru
|
6.1 Generate (Memunculkan)
|
Menghipotesiskan
|
6.2 Merencanakan
|
Mendisain
|
|
6.3 Memproduksi
|
Mengkontruksi
|
d.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Djamarah untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk “perubahan
harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri
individu dan dari luar individu.”15 Proses belajar telah terjadi dalam diri
seseorang hanya dapat disimpulkan dari hasilnya, karena aktivitas belajar yang
telah dilakukan. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti.
Selanjutnya, Djamarah menguraikan berbagai faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar:
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan
bagian dari kehidupan anak didik, selama hidup anak didik tidak bisa
menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Berikut
uraian mengenai faktor lingkungan:
a)
Lingkungan alami
Lingkungan hidup
merupakan lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha ada
didalamnya. Keadaan lingkungan yang tidak baik akan membuat tingkat konsentrasi
siswa menjadi lebih baik.
b)
Lingkungan sosial budaya
Hidup dalam
kebersamaan dan saling membutuh-kan akan melahirkan interaksi sosial. Saling
memberi dan saling menerima merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan
sosial.
2) Faktor Instrumental
Dalam
rangka menunjang kegiatan sekolah untuk mencapai tujuan tertentu saja
diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai berbagai bentuk dan jenisnya16 ,
misalnya saja:
a) Kurikulum
Kurikulum
merupakan a plan for learning yang menjadi unsur substansial dalam
pendidikan. Tanpa kurikulum maka kegiatan belajar mengajar tidak dapat
berlangsung, sebab materi apa yang akan guru sampai-kan dalam kegiatan
pembelajaran. Jadi, kurikulum diakui dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar
anak didik di sekolah.
b) Program
Keberhasilan
pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang
dirancang. Program pengajaran yang dibuat tidak hanya berguna bagi guru, tetapi
juga bagi anak didik.
c) Sarana dan fasilitas
Sarana
mempunyai arti penting dalam pendidikan. Salah satu persyaratan untuk membuat
suatu sekolah adalah kepemilikan gedung sekolah yang didalamnya terdapat ruang
kelas, ruang kepala sekolah, ruang dewan guru, ruang perpustakaan, ruang BP,
ruang tata usaha, auditorium, dan halaman sekolah yang memadai, hal tersebut
bertujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan anak didik.
Selain
masalah sarana, fasilitas juga merupakan kelengkapan sekolah yang harus
diperhatikan. Misalnya saja, fasilitas mengajar yang merupakan kelengkapan
mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah. Anak didik dapat belajar dengan
lebih baik dan menyenangkan bila sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan
belajar anak. didik dan hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.
d) Guru
Sebagai
tenaga profesional yang sangat menentu-kan jatuh bangunnya suatu bangsa dan
negara, guru seharusnya menyadari bahwa tugas mereka sangat berat. Di dalam
sekolah, kompetensi personal akan menentukan simpatik tidaknya guru dalam
pandangan anak didik.
3) Faktor Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Sebagian besar yang dipelajari anak didik yang
belajar berlangsung dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan
observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru,
mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan
sebagainya. Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang pasti tak bisa diabaikan
dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja sebagai
perangkat tempat duduk anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas.
4) Faktor Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu,
semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar siswa. Faktor
psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam
menentukan intensitas belajar seorang anak. Berikut beberapa faktor psikologis:
a) Minat
Minat
pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar
minat. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya
untuk mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminatinya.
b) Kecerdasan
Kecerdasan
merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam belajar di sekolah.
c) Bakat
Disamping
intelegensi (kecerdasan), bakat meru-pakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak ada orang yang
membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar
kemungkinan berhasilnya usaha itu.
d) Motivasi
Motivasi
untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
e) Kemampuan kognitif
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran juga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk memilih
dan menggunakan metode pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
2.
Media Audio
Visual
a. Pengertian
Media
Kata
Media di ambil dari bahasa latin yaitu Medium yang secara harfiah
berarti perantara atau pengantar. Association for educational
communication and technology (AECT) suatu organisasi yang bergerak dalam bidang
komunikasi pembelajaran mendefinisikan bahwa "media adalah segala bentuk yang di
gunaka untuk menyalurkan informasi”.
17
Sedangkan yang disebut media menurut istilah ada
beberapa pendapat menurut para ahli yaitu:
1.
Gagne
menyatakan bahwa, media adalah “berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsangnya untuk belajar.”18
2.
Gerlach dan Ely
menyatakan bahwa media adalah “apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru,
buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media.”19
3. Ahmad Rohani menyatakan bahwa media adalah “segala sesuatu yang dapat diindera yang berfungsi sebagai
perantara, sarana, alat untuk proses komunikasi.”20
4. Media merupakan “sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan kemampuan audien sehingga dapat mendorong
proses belajar pada dirinya.”21
Beberapa definisi media diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai perantara untuk menyampaikan
pesan agar lebih bisa dipahami dan membangkitkan motivasi
dan minat belajar.
b. Pengertian
Media Audio Visual
Media atau alat-alat audio visual
adalah alat-alat audible artinya dapat
didengar dan alat-alat visible artinya dapat dilihat. Alat-alat audio visual
gunanya untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “media adalah alat (sarana)
komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk.”22
Teknologi audio-visual merupakan cara untuk menghasilkan atau menyampaikan
meteri dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik
untuk menyajikan pesan-pesan audio visual. pengajaran melalui media
audio visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses
belajar seperti: televisi, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar.”24
Morgan menyebutkan “fektifitas pengajaran orang dewasa seperti yang
disebut dalam prinsip pendidikan orang dewasa tergantung pada pengertian
yang jelas.”25
Tulisan dan ucapan sangat bermanfaat dalam situasi
belajar pada umumnya, tetapi ada beberapa konsep yang tidak dapat disampaikan
sejelas atau selengkap jika menggunakan alat bantu audio visual.
Sementara itu, menurut Bruner (1966) ada tingkatan utama modus belajar, “yaitu
pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictoral atau gambar (iconic),
dan pengalaman abstrak (symbolic), pengalaman langsung adalah mengerjakan,
misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung
membuat simpul. Pada tahapan kedua kata simpul dipelajari dari gambar,
lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk
membuat simpul mereka dapat memahami dan mempelajarinya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya,
pada tingkatan simpul,
siswa membaca atau mendengar kata simpul dan
mencocokkannya dengan simpul pada gambar dengan pengalamannya membuat simpul.”26
Ketiga tingkatan pengalaman ini saling berinteraksi
dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, keterampilan
atau sikap) yang baru.
Sangat mengherankan bahwa begitu banyak usaha untuk meneliti perbedaan
cara audio dengan cara visual,
sedangkan sedikit sekali
tentang perbedaan antara ceramah
guru dengan hidup (langsung) dengan cara guru yang
sama melalui perekaman. Popham (1962) tidak menemukan perbedaan
antara kedua cara tersebut, dengan memakai siswa sebagai subjek.
Hal yang sama ditemukan pula oleh Menne dkk, (1969) yang menggarisbawahi
kebebasan fleksibilitas yang ditemukan pada ceramah yang direkam, baik dari
pihak guru maupun dari pihak siswa.
Media audio-visual adalah
media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media
ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena
meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi
lagi ke dalam dua kategori, “yaitu:
1) Audio
visual diam yaitu: media yang menampilkan suara dan gambar diam
seperti: film bingkai suara, film rangkai suara, dan cetak suara.
2) Audio
visual gerak yaitu: media yang dapat menampilkan unsur suara dan
gambar yang bergerak seperti: film suara dan video cassette, televisi,
OHP, dan komputer.”27
Dimasa lampau,
diskusi tentang alat bantu audio visual lebih condong didominasi oleh apa
yang disebut Dwyer (1967) sebagai teorirealisme. Pendekatan ini
berasumsi bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika
digunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas. Dengan kata lain,
dalam memilih alat bantu, obyek-obyek sebenarnya lebih
disukai dari gambar, gambar foto lebih disukai dari gambar garis sederhana atau
sketsa. Miller mengemukakan lebih banyak sifat bahan audio visual yang
menyerupai realitas, makin mudah terjadi belajar. 28
Seperti yang dikatakan
Bruner dan Traver realisme tidak menjamin bahwa
informasi yang berguna dapat dipersepsi atau dirasakan, dipelajari dan
diingat. Ini berarti bahwa suatu gambar garis yang sederhana lebih baik
dari sebuah obyek sebenarnya dari karyawisata.
Jadi, pengajaran melalui
audio visual adalah produksi dan penggunaan
materi
yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran
serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau
simbol-simbol yang ada.
c. Kriteria Media Audio Visual
Dalam pengelompokan audio visual
dapat dibagi menjadi dua kategori yang dapat
membedakannya, antara lain:
1. Media
opsional atau media pengayaan. Bahannya dapat dipilih guru sesuai
kehendaknya sendiri, dengan syarat cukup waktu dan biaya.
2. Media yang
diperlukan atau yang harus digunakan. Media macam ini harus
digunakan guru untuk membantu siswa melaksanakan atau mencapai
tujuan-tujuan belajar dari tugas yang diberikan. Untuk itu diperlukan
biaya dan waktu.
Adapun ciri-ciri utama media audio visual
adalah sebagai berikut:
a.
Merekabiasanya bersifat
linear
b. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis.
c. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang atau pembuatnya.
d. Mereka merupakan repsentasi fisik dari gagasan real dan abstrak.
e. Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologi
behaviorisme dan
kognitif.
f. Umumnya mereka berorentasi kepada guru
dengan tingkat pelibatan
Untuk menggunakan media audio visual seperti yang ada
sekarang masih banyak
hambatannya bagi kita di Indonesia ini. Sebabnya diantara alat-alat audio visual yang modern,
ada yang memerlukan alat khusus seperti proyektor yang pada gilirannya memerlukan aliran listrik.
Alat-alat audio visual dapat
menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkrit atau
lebih nyata daripada ditulis. Oleh karena itu alat- alat audio visual membuat suatu
pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan melihat
alat-alat sensori seperti
gambar, bagan, contoh barang atau model. Dengan melihat dan sekaligus mendengar,
orang yang menerima pelajaran, penerangan atau penyuluhan dapat lebih mudah dan lebih cepat mengerti tentang
apa yang dimaksud oleh
yang memberi pelajaran, penerangan atau penyuluhan. 30
Bahan audio visual bisa membantu belajar
dengan beberapa cara.
Tapi ditinjau dari sudut penggunaanya di dalam kelas, bahan audio visual bisa
diklafikasikan dalam kelompok besar:
1. Media kriteria. Ini terdiri dari gambar-gambar,
peta-peta, dan obyek-obyek sebenarnya, yang akan digambarkan atau
diidentifikasikan oleh siswa untuk dapat menunjukkan bahwa ia telah menguasai bahannya. Dengan kata lain
media ini merupakan bagian dari krteria.
2. Media perantara. Ini terdiri dari alat bantu yang bukan
merupakan bagian dari situasi
kriteria. Dengan kata lain siswa tidak dituntut untuk menggambarkan atau
mengidentifikasikannya. Fungsi satu-satunya adalah untuk membantu siswa
untuk mendapatkan pengertian tentang suatu gejala atau kejadian.
31
d. Jenis-jenis Media Audio Visual
Ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio-visual,
antara lain:
1. Televisi
Televisi sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar
hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini
menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara kedalam gelombang
elektronik dan mengkonversinya kembali kedalam cahaya yang dapat dilihat dan
suara yang dapat didengar. Dengan demikian, ada
dua jenis pengiriman (penyiaran) gambar dan suara yaitu penyiaran
langsung kejadian atau peristiwa yang kita saksikan sementara
ia terjadi dan penyiaran progam yang telah direkam diatas pita
film atau pita video. Televisi pendidikan dapat menjadi alat yang baik
bagi penyuluh. Televisi intruksional berbeda dari televisi penyiaran,
yaitu dalam hal materinya yang tidak didesain untuk didistribusikan
oleh stasiun penyiaran massa.
Menurut Gopper, menggunakan pelajaran melalui televisi untuk mengajarkan pelajaran di sekolah dengan
maksud menunjukkan bahwa
tujuan-tujuan tingkat rendah dapat dicapai dengan cara
televisi yang konvensional. Sedangkan tujuan tingkat lebih tinggi dapat
dicapai apabila progam televisi mengandung situasi yang memungkinkan
siswa untuk secara aktf memberikan respon terhadap progam
tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar melalui progam televisi untuk berbagai mata pelajaran dapat menguasai mata pelajaran
tersebut sama seperti mereka yang mempelajarinya melalui tahap muka dengan guru
kelas.
2. Proyektor
Transparasi (OHP
Overhead projektor “adalah
alat audio visual yang sangat sering digunakan
dalam berbagai progam pendidikan orang dewasa.” 32
Beberapa pendidik merencanakan seluruh progam pengajaran mereka dengan
menggunakan transparansi atau overhead projector. Overhead projector sebaiknya tidak dianggap sebagai pengganti papan tulis atau media
yang lain, tetapi sebagai pelengkap saja.
Transparansi yang diproyeksikan adalah visual baik berupa huruf,
lambang, gambar, grafik atau gabungannya pada lembaran bahan
tembus pandang atau plastik yang dipersiapkan untuk diproyeksikan
ke sebuah layar atau dinding melalui sebuah proyektor. Kemampuan
proyektor memperbesar gambar membuat media ini berguna
untuk menyajikan informasi pada kelompok yang besar dan pada
semua jenjang. OHP dirancang untuk dapat digunakan di depan kelas
sehingga guru dapat selalu berhadapan atau menatap langsung dengan
siswanya.
Menurut Chance (1960) membandingkan pemakaian papan tulis dengan
OHP dalam mengajarkan gambar-gambar tehnik. Hasilnya, lebih baik dengan OHP.
Waktu pelaksanaan dikurangi 20%, yang berarti bahwa lebih banyak waktu dapat di
gunakan untuk menjawab
pertanyaan, untuk diskusi dan praktek. Hal-hal yang sama juga ditemukan oleh
peneliti-peneliti lain.
33
3. Video
Video adalah gambar yang dapat dilihat atau alat komunikasi yang
dapat di dengar dan dilihat. Perangkat yang digunakan sebagai audio
video
meliputi radio, televisi, telekomunikasi. Audio video sebagai
bentuk komunikasi massa yang dikelola sebagai komunikasi agar tersebar luas
sesuai dengar sasaran yang dituju, di kemas dalam bentuk berbagai komunikasi.
Video system dalam
penggunaanya sebagai peralatan pemain ulang (play back) dari suatu
program (rekaman), terdiri dari minimal 1 buah video tape recorder (video cassette recorder) dan 1 buah monitor atau lebih. VTR
mempunyai banyak jenis baik mengenai sistem Scan (penjajakan), ukuran pita
yang dipergunakan maupun kemasan dari pita itu sendiri. Berbagai jenis VTR yang ada dipasaran dibuat berbagai tujuan
penggunaanya, ada yang untuk keperluan Broadcast, untuk keperluan pengajaran/
pendidikan, keperluan industri dan keperluan rumah tangga (hiburan). tentunya hal tersebut menyangkut kualitas dan harga.
Dengan sendirinya peralatannya yang didesain untuk keperluan broadcast
atau studio mempunyai kualitas jauh lebih baik dan mempunyai harga lebih mahal dari peralatan yang dirancang untuk pemakaian
dirumah (home us). Dari segi kemampuan dan fasilitas serta kemudahan
operasi halnya juga akan berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya.34
3. Film Bersuara
Film sebagai media audio visual adalah film yang bersuara. Slide atau
filmstrip yang ditambah dengan suara bukan alat audio visual yang
lengkap, karena suara dan rupa berada terpisah, oleh sebab itu slide
atau filmstrip termasuk media audio visual saja atau media audio visual
diam plus suara. Film yang dimaksudkan disini adalah film sebagai
alat audio visual untuk pelajaran, penerangan atau penyuluhan.
Gambar hidup atau film bersuara memang wajar digunakan dikelas,
oleh sebab bukan saja memberikan fakta-fakta, tetapi juga menjawab
berbagai persoalan dan untuk mengerti tentang dirinya sendiri
dan lingkungan. selain itu melalui gambar ini para siswa dapat memperoleh
kecakapan, sikap dan pemahaman yang akan membantu mereka
hidup dalam masyarakat. Dengan ini, film
tidak lagi dianggap
hanya sebagai alat suplementer belaka, tetapi alat yang fundamentil, dipelajari
secara ilmiah dan dinilai secara kritis. Dan karena itu banyak digunakan
disekolah.35
Secara singkat apa yang telah dilihat pada sebuah film hendaknya dapat
memberikan hasil yang nyata bagi audien. Dalam menilai baik tidaknya
sebuah film, Oemar Hamalik mengemukakan bahwa film yang
baik memiliki ciri-ciri dapat menarik minat siswa, benar dan autentik,
up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan, sesuai dengan
tingkatan kematangan audien, perbendaharaan bahasa yang dipergunakan
secara benar, kesatuan dan squence-nya cukup teratur dan
teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan cukup memuaskan.
5. Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang
khusus untuk memanipulasi informasi yang
diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan
yang diperhitungkan sederhana dan rumit. Satu unit komputer
terdiri atas empat kelompok komponen dasar, yaitu input (misal
keyboard dan writingpad), prosesor (CPU: unit
pemroses data yang diimput), penyimpanan data (memori yang menyimpan
data yang akan diproses oleh CPU baik secara permanen (ROM)
maupun untuk sementara (RAM), dan ouput (misal layar monitor,
printer atau plotter).36 Komputer
memiliki kemampuan untuk menggabungkan dan mengendalikan
berbagai peralatan lainnya, seperti CD player, video tape,
dan audio tape. Disamping itu, komputer dapat merekan, menganalisis
dan memberi reaksi kepada respon yang di input oleh pemakai
atau siswa.
Pemanfaatan komputer untuk pendidikan yang dikenal sering dinamakan
pengajaran dengan bantuan komputer (CAI) dikembangkan dalam
beberapa format, antara lain drill and practice, tutorial, simulasi, permainan,
dan discovery. komputer telah pula digunakan untuk mengadministrasi
tes dan pengelolaan sekolah.
e. Fungsi dan Manfaat
Media Audio Visual
Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang
kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar
seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada
dibalik realitas. Karena itu media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal
yang abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi.37
Namun perlu diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat
apabila penggunaannya tidak sejalan dengan esensi tujuan pengajaran yang telah
dirumuskan . Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal
acuan untuk menggunakan media. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan
pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan
lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau
kebun binatang. Penggunaan gambar dan foto hasil karyawisata adalah salah satu
contoh pembelajaran dengan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran
dapat mempertinggi proses dan hasil pembelajaran adalah berkenaan dengan taraf
berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahaf perkembangan dimulai
dari berpikir kongkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir
sederhana ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya
dengan tahapan berpikir tersebut, sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang
abstrak dapat dikongkretkan , dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Ada beberapa manfaat
alat bantu audio visual dalam pengajaran, antara lain:
1. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar.
2. Mendorong minat.
3. Meningkatkan pengertian yang lebih baik.
4. Melengkapi sumber belajar yang lain.
5. Menambah variasi metode mengajar.
6. Meningkatkan keingintahuan intelektual.
7. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu.
Telah diketahui bahwa
media audio visual merupakan salah satu bentuk media pembelajaran yang dapat
digunakan untuk membantu proses belajar mengajar. Bentuk media audio visual
dapat diketahui dengan melihat ciri-ciri umumnya, yaitu dengan melibatkan dua
indra sekaligus, indra penglihatan dan indra pendengaran yang merupakan
gabungan dari media auditif dan media visual. Media audio visual merupakan
media yang dirasa cukup efektif dan efisien apabila diterapkan dalam suatu
pembelajaran. Kebanyakan seorang peserta didik akan lebih memahami suatu meteri
yang sedang dipelajari tersebut dengan melibatkan penglihatan (visual) juga
melibatkan pendengarannya (audio) sehingga materi yang disampaikan tersebut
bisa dinyatakan seperti nyata.
f. Tahapan
Penggunaan Media Audio Visual
Alat-alat audio visual baru ada faedahnya
kalau yang menggunakannya telah mempunyai keahlian dan keterampilan yang
lebih memedai dalam penggunaanya. Hal itu menimbulkan kepercayaan
dirinya, oleh karena itu membuatnya sanggup
menyampaikan pelajaran penyuluhan atau penerangan dengan baik. Dia harus tahu bagaimana menyajikan
pelajaran atau menyampaikan informasi dengan alat yang digunakannya.
Adapun langka-langkahnya adalah:
a)
Merumuskan
tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media audiovisual sebagai media
pembelajaran.
b)
Persiapan
guru. Pada fase ini
guru memilih dan
menetapkan media yang akan dipakai guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan
dan dasar pertimbangannya patut diperhatikan.
c) Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan
sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media
ini.
d) Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media.
Penyajianbahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran maka keahlian guru dituntut
disini.
e) Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar
dengan memanfaatkan media pengajaran yang ada.
f) Langkah evaluasi pengajaran.
Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi, sampai sejauh mana tujuan pengajaran yang dicapai, dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebaga i
alat bantu dapat menunjang keberhasilan
proses belajar siswa.39
Kesimpulan dari uraian di
atas penggunaan media audio visual harus lebih dahulu dikuasai cara
penggunaannya.
g. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual
Menurut Nana Sudjana (1991) dan Sudirman N, dkk (1991). Menyimpulakan
tentang beberapa kelebihan-kelebihan media audio- visual, termasuk teks
terprogam, adalah:
a. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak sudah merupakan
hal lumrah, dan ini dapat menambah daya tarik, serta dapat mempelancar pemahaman
informasi yang disajikan dalam dua format, verbal dan visual.
b. Khusus pada teks terprogram, siswa akan berpartisipasi atau berinteraksi
dengan aktif karena harus memberi respon terhadap pertanyaan
dan latihan yang disusun, siswa dapat segera mengetahui apakah
jawabannya benar atau salah.
c. Menampilkan obyek yang selalu besar yang tidak memungkinkan untuk
dibawa kedalam kelas, misalnya: gunung, sungai, masjid, ka’bah.
Obyek-obyek tersebut dapat ditampilkan melalui foto, gambar dan
film.
d. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri pada setiap siswa.
Adapun kekurangan-kekurangan pada media
audio visual ini adalah:
1)
Kecepatan merekam dan pengaturan trek yang bermacam-macam
menimbulkan kesulitan untuk memainkan kembali rekaman yang direkam
pada suatu mesin perekam yang berbeda dengannya.
2)
Film dan
video yang tersedia selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
belajar yang diinginkan kecuali film dan video itu dirancang dan
diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.
3)
Pengadaan
film atau video umumnya
memerlukan biaya
yang mahal
dan waktu yang banyak.
4) Media ini hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang
sudah mempunyai kemampuan dalam berfikir abstrak.40
Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa
kelebihan dari media audio visual adalah
memberikan pengalaman yang nyata
dan menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri
pada siswa, sedangkan kekurangannya memerlukan biaya yang sangat mahal.
3. 3. .Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial
a. Pengertian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk
menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya digunakan istilah proses
belajar-mengajar dan pengajaran. Istilah
pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Menurut Gagne,
Briggs, dan Wager dalam Udin S. Winataputra pembelajaran adalah “serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa. Instruction is a set of events that affect learners in such a
way that learning is facilitated.” 41
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu rangkauian aktivitas (kegiatan) siswa dan guru dalam wujud
interaksi dinamis yang didasarkan adanya hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk membelajarkan siswa sehingga terjadi perubahan
perilaku yang positif dalam dirinya.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari dokumen kurikulum 1975 yang memuat Ilmu Pengetahuan Sosial
sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah penyederhanaan dan
adaptasi disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk
tujuan pendidikan.
Menurut Somantri dalam Sapriya: “istilah penyederhanaan digunakan
pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pendidikan dasar dan menengah
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan
tingat kecerdasan dan minat peserta didik.”42 Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial sebagai mata pelajatan terdapat dalam kurikulum sekolah mulai tingkat
sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/ SMK). “IPS pada
kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakekatnya merupakan mata pelajaran
wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisem Pendidikan Nasional Pasal 37.” 43
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat sekolah sangat
erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan
humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis
untuk kepentingan pembelajaran di sekolah.
Oleh karena itu Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat
sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai
warga Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),
sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan
untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil
keputusan dan berparti-sipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar
menjadi warga negara yang baik.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia baru diperkenalkan
di tingkat sekolah pada awal tahun 1970-an kini semakin berkembang sejalan
dengan perkembangan pemikiran tentang Social Studies di Negara-negara
maju dan tingkat permasalahan sosial yang semakin kompleks. Social Studies mempunyai
lima tradisi, yakni:
1)
Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai transmisi kewarga-negaraan (Social Stufdies as
citizenship transmission)
2)
Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai ilmu-ilmu sosial (Social Studies as social
sciences)
3)
Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai penelitian mendalam (Social Studies as reflective
inquiry)
4)
Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social
critism)
5)
Ilmu Pengetahuan
Sosial sebagai pengembanangam pribadi individu (social studies as personal
development of the individual)
Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial adalah telaah tentang manusia dan
dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya.
b. Tujuan Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD/MI
Mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1)
Mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehalam kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2)
Memiliki
kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3)
Memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4)
Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang
majemuk, di tingkat local, nasional dan global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut
Nurdin Sumaatmadja adalah “membina anak
didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan
dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan
negara.” 44
Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial berorientasi pada tingkah laku para siwa, yaitu:
1) Pengetahuan dan pemahaman, salah satu fungsi pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang
masyrakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
2) Sikap hidup belajar, Ilmu Pengetahuan Sosial juga bertujuan
mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide,
konsep-konsep, baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang
akan datang.
3) Nilai-nilai sosial dan sikap. Anak membutuhkan nilai-nilai untuk
menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga nereka mampu melakukan
perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial. Berdasarkan nilai-nilai social yang berkembang dalam
masyarakat, maka akan berkembang puka sikap-sikap sosial anak. Faktor keluarga,
masyarakat, dan tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadap
perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
4) Keterampilan. Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat
studi sosial, misalnya mencari bukti ilmiah, keterampilan mempelari data
masyarakat , mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan
dan menafsirkan data-data sosial, merumuskan kesimpulan.
c. Ruang lingkup dan Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial
Ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk sekolah
dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Manusia, tempat, dan lingkungan
2) Waktu, tempat, dan lingkungan
3) Sistem sosial dan budaya
4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Sedangkan karakteristik pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah karakteristik Ilmu
Pengetahuan Sosial dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
Ada 5 macam sumber materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain:
1)
Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan
terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan., sampai
lingkungan yang luas negara dan berbagai permasalahannya.
2)
Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian,
pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, trasportasi.
3)
Lingkungan geografi dan budaya meliputi
segala aspek geografi dan antrofologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak
yang terdekat sampai yang terjauh.
4)
Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan
manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang
terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
5)
Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai
segi, dari makanan, pakaian, permainan, dan keluarga.
Sedangkan strategi penyampaian pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam
urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/ tetangga, kota, region,
Negara, dan dunia.
d. Ragam Pendekatan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Ada beberapa pendekatan yang dikembangkan oleh Savage dan Amstrong
dalam Sapriya, untuk mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir dalam IPS
adalah kemampuan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis (critical
thinking), kemampuan memecah-kan masalah (problem solving), dan
kemampuan mengambil keputusan (decision making).
1)
Pendekatan Inkuiri (Inquiri Approach)
Pembelajaran inkuiri memperkenalkan konsep-konsep untuk para siswa
secara induktif. Belajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri yang
mencakup proses berpikir pada hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang bersifat
umum dimulai dengan upaya guru memperkenalkan sejumlah konsep-konsep yang
spesifik.
2)
Kecakapan Belajar Inkuiri
Pembelajaran inkuiri menerapkan metode ilmiah untuk
masalah-masalah belajar dan umumnya digunakan dalam mata pelajaran pendidikan
IPS di sekolah dasar. John Dewey, menyarankan langkah-langkah pembelajaran
inkuiri dalam buku klasiknya How We Think yang diterbitkan tahun 1910
sebagai berikut: Menggambarkan indikator-indikator masalah atau situasi,
memberikan kemungkinan jawaban atau penjelasan, mengumpulkan bukti-bukti yang
dapat diguna-kan untuk menguji kebenaran jawaban atau penjelasan, menguji
kebenaran jawaban sesuai dengan bukti-bukti yang terkumpul, merumuskan
kesimpulan yang didukung oleh bukti yang terbaik.
3)
Kecakapan Berpikir Kreatif (Creative
Thinking)
Berpikir kreatif lebih mengutamakan pada pendekatan untuk
memecahkan masalah yang membingungkan. Salah satu teknik berpikir kreatif
adalah teknik branstrorming. Teknik ini pertama kali dikembangkan dalam
dunia bisnis. Branstrorming dirancang untuk membantu orang-orang
memecahkan masalah. Teknik ini diawali dengan penyajian sebanyak-banyaknya
kemunginan jawaban atas pertanyaan tanpa menilai terlebih dahulu apakah jawaban
itu tepat.
4)
Kecakapan Berpikir Kritis (Critical
Thinking)
Tujuan berpikir kritis adalah untuk menguji suatu pendapat atau
ide dengan melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat
yang diajukan yang didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Berpikir kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide baru. Pembelajaran
keterampilan berpikir kritis kadang-kadang dikaitkan dengan keterampilan
berfikir kreatif.
5)
Keterampilan Memecahkan Masalah (Problem
Solving)
Idealnya setiap masalah dapat dipecahkan dengan proses
penyelesaian yang benar, tepat, dan baik sesuai dengan dukungan bukti yang
tesedia. Proses pembelajaran dengan teknik problem solving mencakup
langkah-langkah: mengenali masalah, mencari alternatif pendekatan, menerapkan
pendekatan, dan mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
6)
Proses Pengambilan Keputusan (Decision
Making Process)
Banyak pertanyaan yang kita kemukakan sering dijawab kurang tepat.
Jawaban-jawaban itu mungkin saja mengandung kebenaran. Masalahnya
adalah bagaimana kita memilih jawaban-jawaban yang mengandung
kebenaran itu. Untuk melakukannya kita harus melakukan seleksi
berdasarkan pilihan yang tersedia, menilai bukti-bukti yang telah
terkumpul, dan mempertimbangkan nilai-nilai pribadi yang dimiliki
oleh para siswa. Proses berpikir seperti ini dikenal sebagai
proses pengambilan keputusan.
B.
Hasil Penelitian yang
Relevan
Nahayati pada tahun 2011 mengadakan penelitian dengan judul:
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang
Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Melalui Pemanfaatan Media Audio Visual” menyimpulkan bahwa pemanfaatan media audio visual efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS.
Sri Wahyuni pada tahun
2008 membuat penelitian dengan judul “ Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Pada Materi Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia Melalui Media Audio Visual”. Dari hasil penelitiannya
disimpulkan bahwa melalui penggunaan media audio visual pada materi Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia mampu meningkatkan minat dan hasil belajar
siswa.
Sementara itu Achmad Buchori pada tahun 2010 mengadakan penelitian
dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI
Melalui Pemanfaatan Media Audio Visual ”. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa pembelajaran PAI
menggunakan media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan hasil
penelitian di atas, dapat dibuat hipotesis tindakan dalam penelitian ini
sebagai berikut: Pemanfataan media audio visual dapat meningkatkan prestasi
belajar IPS materi sumber daya alam pada siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Al-Ukhuwwah Slipi Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar