Sabtu, 13 Desember 2014

Peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial melalui metode problem solving pada siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta”



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru menjadi belajar berpusat pada peserta didik. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan peserta didik, dapat mendorong peserta didik belajar, atau memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya.
Kondisi belajar dimana peserta didik hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik itu. Berdasarkan suatu teori belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan hasil belajar sebagai perolehan peserta didik.
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructiviest theory of learning). Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tapi peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.[1]
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta ternyata hasil belajar ilmu pengetahuan sosial siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta pada tahun pelajaran 2012/2013 maupun tahun-tahun pelajaran sebelumnya masih rendah dan masih banyak siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan.
Berbagai alasan dapat dikemukakan sebagai penyebab rendahnya hasil yang dicapai oleh siswa. Salah satu penyebab timbulnya kesulitan siswa dalam memahami materi adalah kurang tepatnya penerapan metode pembelajaran. Metode yang sering digunakan di lapangan pada mata pelajaran ilmu pengetahun sosial cenderung bersifat teacher center, yang menyebabkan siswa menjadi kurang aktif. Padahal, dalam implementasi KTSP, siswa dituntut harus lebih aktif dalam proses pembelajaran supaya dapat memahami materi yang dipelajari.
Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran merupakan hal yang utama. Metode ceramah yang bersifat teacher center, dengan guru sebagai pengendali dan aktif menyampaikan informasi. Pada kebanyakan proses pembelajaran, posisi siswa adalah pasif dan hanya menerima informasi sehingga siswa tidak memiliki kebebasan berfikir dan siswa kurang menggali informasi yang diterimanya. Sebagai akibat dari keadaan tersebut, pada akhirnya kemampuan siswa untuk memahami materi sangat rendah.
Metode pembelajaran problem solving merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. Metode pembelajaran problem solving adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang guru untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Menurut Nana Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode yang dikenalkan oleh John Dewey ini adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para peserta didik merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak didapatkan dari buku, tetapi dari masalah yang ada disekitarnya.[2]
Pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik apabila masalah yang sedang dipecahkan dalam pembelajaran adalah masalah yang berkaitan langsung dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik tidak asing lagi dengan masalah yang sedang dipecahkan.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang metode pembelajaran problem solving sebagai upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan judul “Peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial melalui metode problem solving pada siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta

B.     Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1.      Hasil belajar siswa yang masih rendah.
2.      Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa.
3.      Model pembelajaran masih monoton dan cenderung satu arah.
4.      Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang efektif.
5.      Suasana kelas yang kurang kondusif selama proses pembelajaran.
6.      Rendahnya perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
Fokus penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar dengan meng-gunakan metode problem solving.

C.    Pembatasan Fokus Penelitian
Karena terlalu banyak masalah yang ditemukan dan untuk memungkinkan pengolahan data yang lebih baik di dalam penulisan, maka;
1.      Metode pembelajaran pada penelitian ini dibatasi pada metode problem solving.
2.      Hasil belajar pada yang diukur adalah aspek kognitif.
3.      Konsep yang digunakan adalah konsep perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda.
4.      Siswa Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah dibatasi pada kelas V Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.    Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda?

E.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial pada konsep  perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda dengan menggunakan metode problem solving siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta.

F.     Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1.      Bagi guru bermanfaat sebagai bahan masukan dalam menjalankan proses pembelajaran di sekolah.
2.      Bagi siswa, dengan penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa di kelas meningkat.
3.      Bagi pembaca, skripsi ini diharapkan menjadi sumber inspirasi dan masukan yang berarti dalam dunia pendidikan.
4.      Bagi peneliti bermanfaat sebagai masukan pengetahuan dan dapat membandingkan dengan teori pembelajaran yang lain dan menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran di madrasah  ibtidaiyah.

BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN
KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A.    Kajian Teoretik
1.      Hakikat Hasil Belajar
a.      Pengertian Belajar
Oemar Hamalik berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.[3] Menurut Pribadi, belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kemampuan atau kompetensi yang diinginkan.[4] Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk melakukan sebuah tugas dan pekerjaan. Smith dan Ragan dalam Pribadi memaknai konsep belajar sebagai perubahan yang bersifat relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman.[5] Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.[6]
Definisi belajar menurut Gagne merupakan suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu pembelajaran itu mem-butuhkan pengalaman sebagai hasil dari belajar itu sendiri.[7] 

Belajar menurut B.F Skinner dalam Faturahman, dkk., merupa-kan suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif, dan dalam belajar ditemukan hal-hal sebagai berikut:[8]
1)      Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar,
2)      Respons peserta didik
3)      Konsekuensi yang bersifat menggunakan respons tersebut, baik konsekuensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku seseorang yang didasarkan oleh pengalaman dan pengetahuan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Belajar bukanlah suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mecapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.
Menurut Faturahman, dkk. ada berbagai prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi pendidikan yaitu: Belajar terjadi dan diikuti dengan keadaan memuaskan maka hubungan itu diperkuat, Spread of effect yaitu emosional yang mengiringi kepuasan itu tidak terbatas kepada sumber utama pemberi kepuasan tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru, law of exercise yaitu hubungan antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latihan dan penguasaan, dan law of primacy yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama akan sulit digoyahkan.[9]
Beberapa prinsip atau kaidah dalam proses pembelajaran sebagai hasil eksperimen para ahli psikologi yang berlaku yaitu motivasi, pembentukan, kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar, feedback, response, trial and error, transfer dalam belajar dapat bersifat positif atau negatif dan proses belajar yang bersifat individual.
Menurut pandangan para ahli psikologi kognitif, sesuatu yang penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi “operant conditioning” ini, yaitu apa sebenarnya yang terjadi. Semua pendekatan belajar sepertinya tidak peduli pada persepsi siswa atau insight dan kognisi dari hubungan-hubungan esensial antara unsur-unsur dalam situasi ini.

b.      Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suprijono, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.[10] Selanjutnya, menurut pendapat Syaiful Bahri, mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, yang diperoleh dari suatu proses usaha individu dalam interaksi dengan lingkungannya.[11]
Merujuk pada pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu acuan dari perubahan perilaku seorang peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar karena memberikan informasi terhadap guru tentang kemajuan siswa untuk mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya, informasi tersebut guru dapat menyusun dan menentukkan langkah-langkah pembe-lajaran atau kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, agar siswa bisa lebih memahami keseluruhan materi pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: a) Keterampilan dan kebiasaan; b) Pengetahuan dan pengertian; c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.[12]
Menurut Oemar Hamalik menjelaskan bahwa hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.[13]
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Dan merujuk pada pemikiran Gagne dalam Djamarah, yang mengungkapkan bahwa hasil belajar berupa hal-hal:
1)      Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik pula. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2)      Keterampilan intelektual yaitu kemampuan memperentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi kemampuan analitis sintesis fakta, konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip ilmiah. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.
3)      Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)      Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)      Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasar-kan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai, dan dapat menjadi-kan nilai-nilai tersebut sebagai standar nilai.[14]

c.       Indikator Hasil Belajar
Indikator hasil belajar sangat berkaitan dengan proses belajar mengajar. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dalam sebuah kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan dalam belajar siswa dapat dilihat dari pencapaian indikator hasil belajar siswa.
Menurut Taksonomi Bloom dalam Nana Sudjana, Indikator hasil belajar mencakup pada kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Indikator hasil belajar dalam rangka studi yang dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain:[15]
1)      Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
2)      Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3)      Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, menghubungkan dan mengamati.
Dalam hal ini hasil belajar kognitif lebih dominan diban-dingkan dengan afektif dan psikomotor. Namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara kese-luruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Bloom dan Krathwohl dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives menyatakan bahwa: domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Ketiga ranah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:[16]
Tabel 2.1 Domain Taksonomi Bloom
Domain
Keterangan
a. Klasifikasi tujuan kognitif  (Bloom, 1956)
1. Ingatan/recall
Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
2. Pemahaman
Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
3. Penerapan
Mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip.

4. Analisis
Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
5. Sintesis
Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif.
6. Evaluasi
Mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat hasil belajar tertinggi dalam domain kognitif.
b. Klasifikasi tujuan afektif (Krathwohl, 1964)
1. Penerimaan
Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.

2. Pemberian respons
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
3. Penilaian
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menitikberatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap” dan “apresiasi”.
4. Pengorganisasian
Mengacu kepada penyatuan nilai.
5. Karakterisasi
Mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.

c. Klasifikasi tujuan psikomotorik (Dave, 1970)
1. Peniruan
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.

2. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
3. Ketetapan
Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
4. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.
5. Pengalamiahan
Menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Sumber: Uzer Usman (2009:34-37)
d.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Djamarah untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk “perubahan” harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan dari luar individu.[17] Proses belajar telah terjadi dalam diri seseorang hanya dapat disimpulkan dari hasilnya, karena aktivitas belajar yang telah dilakukan. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Selanjutnya, Djamarah menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar:[18]
1)      Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik, selama hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Berikut uraian mengenai faktor lingkungan:
a)      Lingkungan alami
Lingkungan hidup merupakan lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha ada didalamnya. Keadaan lingkungan yang tidak baik akan membuat tingkat konsentrasi siswa menjadi lebih baik.
b)      Lingkungan sosial budaya
Hidup dalam kebersamaan dan saling membutuh-kan akan melahirkan interaksi sosial. Saling memberi dan saling menerima merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan sosial.
2)      Faktor Instrumental
Dalam rangka menunjang kegiatan sekolah untuk mencapai tujuan tertentu saja diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, misalnya saja:
a)      Kurikulum
Kurikulum merupakan a plan for learning yang menjadi unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum maka kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang akan guru sampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, kurikulum diakui dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik di sekolah.
b)      Program
Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pengajaran yang dibuat tidak hanya berguna bagi guru, tetapi juga bagi anak didik.
c)      Sarana dan fasilitas
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Salah satu persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah kepemilikan gedung sekolah yang didalamnya terdapat ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang dewan guru, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang tata usaha, auditorium, dan halaman sekolah yang memadai, hal tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan anak didik.
Selain masalah sarana, fasilitas juga merupakan kelengkapan sekolah yang harus diperhatikan. Misalnya saja, fasilitas mengajar yang merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah. Anak didik dapat belajar dengan lebih baik dan menyenangkan bila sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan belajar anak. didik dan hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.
d)     Guru
Sebagai tenaga profesional yang sangat menentukan jatuh bangunnya suatu bangsa dan negara, guru seharusnya menyadari bahwa tugas mereka sangat berat. Di dalam sekolah, kompetensi personal akan menentukan simpatik tidaknya guru dalam pandangan anak didik.
3)      Faktor Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Sebagian besar yang dipelajari anak didik yang belajar berlangsung dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan kete-rangan guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan sebagainya. Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang pasti tak bisa diabaikan dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja sebagai perangkat tempat duduk anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas.
4)      Faktor Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar siswa. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Berikut beberapa faktor psikologis:
a)      Minat
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminatinya.
b)      Kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar di sekolah.

c)      Bakat
Disamping intelegensi (kecerdasan), bakat merupakan faktoryangbesarpengaruhnyaterhadapprosesdanhasilbelajar seseorang. Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu.
d)     Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
e)      Kemampuan kognitif
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2.      Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
a.      Pengertian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang diguna-kan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya digunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Istilah pem-belajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Udin S. Winataputra pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instructionis a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated.[19]
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu rangkaian aktivitas (kegiatan) siswa dan guru dalam wujud interaksi dinamis yang didasarkan adanya hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk membelajarkan siswa sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif dalam dirinya.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dokumen kurikulum 1975 yang memuat Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah penyederhanaan dan adaptasi disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
Menurut Somantri dalam Sapriya: “istilah penyederhanaan digunakan pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingat kecerdasan dan minat peserta didik.” Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajatan terdapat dalam kurikulum sekolah mulai tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/SMK). IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakekatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah.
Oleh karena itu Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para siswa sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berparti-sipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia baru diperkenalkan di tingkat sekolah pada awal tahun 1970-an kini semakin berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran tentang Social Studies di negara-negara maju dan tingkat permasalahan sosial yang semakin kompleks. Social Studies mempunyai lima tradisi, yakni:
1)      Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai transmisi kewarga-negaraan (Social Stufdies as citizenship transmission)
2)      Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai ilmu-ilmu sosial (Social Studies as social sciences)
3)      Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai penelitian mendalam (Social Studies as reflective inquiry)
4)      Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social critism)
5)      Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai pengembangan pribadi individu (social studies as personal development of the individual)
Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya.

b.      Tujuan Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)      Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2)      Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3)      Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4)      Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut Nurdin Sumaatmadja adalah membina anak didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara”.
Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial berorientasi pada tingkah laku para siwa, yaitu:[20]
1)      Pengetahuan dan pemahaman, salah satu fungsi pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
2)      Sikap hidup belajar, Ilmu Pengetahuan Sosial juga bertujuan mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep, baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang.
3)      Nilai-nilai sosial dan sikap. Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Berdasarkan nilai-nilai social yang berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang puka sikap-sikap sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadap perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
4)      Keterampilan. Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan menafsirkan data-data sosial, merumuskan kesimpulan.

c.       Ruang lingkup dan Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial
Ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1)      Manusia, tempat, dan lingkungan
2)      Waktu, tempat, dan lingkungan
3)      Sistem sosial dan budaya
4)      Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
Sedangkan Karakteristik pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
Ada 5 macam sumber materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial  antara lain:
1)      Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan, sampai lingkungan yang luas negara dan berbagai permasalahannya.
2)      Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, trasportasi.
3)      Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
4)      Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
5)      Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, dan keluarga.
Sedangkan strategi penyampaian pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum ini disebut “The wediningHorizon or Expanding Enviroment Curiculum”.
d.      Ragam Pendekatan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Ada beberapa pendekatan yang dikembangkan oleh Savage dan Amstrong dalam Sapriya, untuk mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir dalam IPS adalah kemampuan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis (critical thinking), kemampuan memecahkan masalah (problem solving), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making).
1)      Pendekatan Inkuiri (Inquiri Approach)
Pembelajaran inkuiri memperkenalkan konsep-konsep untuk para siswa secara induktif. Belajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri yang mencakup proses berpikir pada hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang bersifat umum dimulai dengan upaya guru memperkenalkan sejumlah konsep-konsep yang spesifik.

2)      Kecakapan Belajar Inkuiri
Pembelajaran inkuiri menerapkan metode ilmiah untuk masalah-masalah belajar dan umumnya digunakan dalam mata pelajaran pendidikan IPS di sekolah dasar. John Dewey, menyarankan langkah-langkah pembelajaran inkuiri dalam buku klasiknya How We Think yang diterbitkan tahun 1910 sebagai berikut: Menggambarkan indikator-indikator masalah atau situasi, memberikan kemungkinan jawaban atau penjelasan, mengumpulkan bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menguji kebenaran jawaban atau penjelasan, menguji kebenaran jawaban sesuai dengan bukti-bukti yang terkumpul, merumuskan kesimpulan yang didukung oleh bukti yang terbaik.
3)      Kecakapan Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir kreatif lebih mengutamakan pada pendekatan untuk memecahkan masalah yang membingungkan. Salah satu teknik berpikir kreatif adalah teknik brainstrorming. Teknik ini pertama kali dikembangkan dalam dunia bisnis. Brainstrorming dirancang untuk membantu orang-orang memecahkan masalah. Teknik ini diawali dengan penyajian sebanyak-banyaknya kemunginan jawaban atas pertanyaan tanpa menilai terlebih dahulu apakah jawaban itu tepat.
4)      Kecakapan Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Tujuan berpikir kritis adalah untuk menguji suatu pendapat atau ide dengan melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan yang didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggung jawabkan. Berpikir kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide baru. Pembelajaran keterampilan berpikir kritis kadang-kadang dikaitkan dengan keterampilan berfikir kreatif.
5)      Keterampilan Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Idealnya setiap masalah dapat dipecahkan dengan proses penyelesaian yang benar, tepat, dan baik sesuai dengan dukungan bukti yang tesedia. Proses pembelajaran dengan teknik problem solving mencakup langkah-langkah: mengenali masalah, mencari alternatif pendekatan, menerapkan pendekatan, dan mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan.
6)      Proses Pengambilan Keputusan (Decision Making Process)
Banyak pertanyaan yang kita kemukakan sering dijawab kurang tepat. Jawaban-jawaban itu mungkin saja mengandung kebenaran. Masalahnya adalah bagaimana kita memilih jawaban-jawaban yang mengandung kebenaran itu. Untuk melakukannya kita harus melakukan seleksi berdasarkan pilihan yang tersedia, menilai bukti-bukti yang telah terkumpul, dan mempertimbangkan nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh para siswa. Proses berpikir seperti ini dikenal sebagai proses pengambilan keputusan.

e.       Materi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah Belanda
Pembelajaran IPS yang akan dibahas pada penelitian ini difokuskan pada materi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda.
Tahun 1596 Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, pertama kali mendarat di Banten. Tahun 1602 Belanda mendirikan kongsi dagang VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) di Batavia untuk memperkuat kedudukannya. VOC mempunyai hak istimewa disebut Octroi. Gubernur Jendral VOC pertama Pieter Both.
VOC ingin menguasai pusat-pusat perdagangan, seperti Batavia, Banten, Selat Sunda, Makasar, Maluku, Mataram (Jawa), dan berbagai daerah strategis lain. Belanda dapat menguasai Nusantara karena politik kejam mereka yaitu politik adu domba. Belanda mengadu domba raja-raja di daerah sehingga mereka terhasut dan terjadilah perang saudara dan perebutan tahta kerajaan. Belanda membantu pemberontakan dengan meminta imbalan daerah kekuasaan dagang (monopoli perdagangan). Akhir abad ke-18 VOC bangkrut dan dibubarkan tanggal 31 Desember 1799.
Indonesia diperintah oleh Kolonial Belanda dengan gubernur jendral pertama Daendels yang sangat kejam. Rakyat dipaksa kerja rodi membuat jalan sepanjang 1.000 km (dari Anyer–Panarukan), mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya juga membangun Pelabuhan Merak. Daendels digantikan Jansens yang kemudian dikalahkan Inggris. Tahun 1816 Indonesia dikembalikan ke Belanda, dengan Van den Bosch sebagai gubernur. Ia menerapkan politik tanam paksa.
Dari berbagai penjuru tanah air timbul perlawanan menentang penjajahan oleh Bangsa Belanda. Di antaranya adalah Perlawanan Sultan Agung, Trunojoyo, Untung Suropati, Perang Maluku, Perang Diponegoro, Perang Bali, Perang Banjar, Perang Aceh, Perang Sisingamangaraja, Perang Lombok, dan Perang Padri.

3.      Hakikat Metode Pembelajaran Problem Solving
a.      Pengertian Metode Pembelajaran Problem Solving
Dalam pembelajaran banyak sekali model atau metode yang lazim digunakan, namun di sini penulisakan menyebutkan beberapa saja yang dinilai dapat lebih melatih siswa untuk berpikir tinggi, di antaranya adalah:[21]
1)      Model pembelajaran pengajuan soal (problem posing)
2)      Model pembelajaran kontekstual (contextuaal teaching and learning)
3)      Model pembelajaran pakem
4)      Model pembelajaran quantum (quantum learning)
5)      Model pembelajaran terbalik (reciprocal learning)
6)      Model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving)
7)      Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
Adapun pengertian dari model atau metode problem solving sendiri adalah mengajar yang dilakukan dengan jalan melatih para peserta didik menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.[22] Model ini bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan suatu model berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan model-model lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.[23]
Dalam memecahkan masalah, peserta didik harus menguasai cara pengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan keterampilan dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda.[24] Dalam problem solving, biasanya permasalahan yang digunakan dapat diangkat dari permasalahan kehidupan nyata (real lifesituation) yang pemecahannya memerlukan sebuah ide.[25]
Pemecahan masalah adalah proses yang ditempuh oleh seorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Untuk menjadi pemecah masalah yang baik, siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata. Dan untuk menyelesaikan masalah, siswa harus menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah dipelajari sebelumnya dalam situasi yang benar-benar baru.
Di dalam pembelajaran, terutama pembelajaran pemecahan masalah, ada seorang tokoh yang sangat dikenal, yakni George Polya. Menurut George polya untuk memecahkan masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan yaitu:
1)      Memahami masalah, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah apa (data) yang diketahui, apa yang tidak diketahui (ditanyakan), apa informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan).
2)      Merencanakan pemecahannya, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur).
3)      Menyelesaikan masalah sesuai rencana, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian.
4)      Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperolah benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.
Sedangkan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Ismail, yaitu:
1)       Merumuskan masalahnya, yaitu memahami masalah itu meliputi mengenal apa yang ditanyakan dan apa syaratnya.
2)       Memilih strategi, dalam tahap ini mungkin dilakukan dengan mencoba-coba dengan menyederhanakan soalnya, dengan membuat modelnya, atau sketsa gambarnya (grafiknya) atau dengan berfikir baik dari belakang.
3)       Melaksanakan prosedur penyelesaian, yaitu memperoleh data dengan menggunakan strategi yang diperoleh, kemudian membuat dugaan penyelesaian dan membuktikan kebenaran dugaan itu.
4)       Mengkomunikasikan perolehannya (hasil) dengan uraian, dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan hasil.
Empat langkah ini dikenal dengan nama bermacam-macam antara lain “SEE-PLAN-DO-CECK” atau “KENALI-SUSUN RENCANA-LAKUKAN-PERIKSA KEMBALI”.
Jadi secara garis besar langkah pembelajaran pemecahan masalah mengacu pada empat tahap pemecahan masalah yang diusulkan Polya yaitu:
1)      Memahami masalah
Pada langkah ini kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu peserta didik menetapkan apa yang dikatahui pada permasalahan dan apakah yang dipertanyakan. Beberapa pertanyaan yang perlu dimunculkan kepada peserta didik untuk membantunya dalam memahami masalah, antara lain:
a)      Apa (data) yang diketahui dari soal?
b)      Apa yang tidak diketahui atau apa yang ditanyakan?
c)      Apakah informasi Yang diperlukan cukup?
2)      Merencanakan pemecahan masalah
Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengarahkan peserta didik untuk dapat mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang sesuai, mencari pola, atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola dan aturan atau menyusun prosedur penyelesaian .
3)      Melaksanakan penyelesaian soal
Peserta didik diarahkan untuk menyelesaikan soal sesuai dengan yang direncanakan yaitu dengan menjalankan prosedur yang telah dibuat sebelumnya dengan mengingat kembali materi atau konsep yang berkaitan dengan soal tersebut.
4)      Memeriksa kembali jawaban atau hasil penyelesaian
Memeriksa kembali berarti melakukan pengecekan terhadap hasil atau jawaban yang diperoleh, hal ini perlu dilakukan agar jawaban yang diperoleh benar-benar tepat dan sesuai dengan masalahnya.
Ada sejumlah alasan kuat mengapa problem solving perlu ditekankan untuk menciptakan pengajaran yang efektif, yaitu:[26]
1)      Harapan untuk membuat pembelajaran lebih dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik diluar pengajaran kelas.
2)      Memberikan kesempatan dan mendorong peserta didik untuk berdiskusi dengan temannya.
3)      Dapat mendorong peserta didik untuk menyusun teorinya sendiri, mengujinya dan menguji teori temannya, membuangnya dan mencoba yang lain.

b.      Langkah-langkah Metode Pembelajaran Problem Solving
Adapun langkah-langkah penggunaan metode pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:[27]
1)      Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuannya.
2)      Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain.
3)      Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.
4)      Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini peserta didik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai.
5)      Menarik kesimpulan. Artinya peserta didik harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

c.       Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving
Sebagai sebuah metode, seperti halnya metode pembelajaran yang lain, problem solving memiliki kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan, di antaranya sebagai berikut :[28]
1)      Kelebihan metode problem solving
a)      Situasi belajar menjadi lebih aktif, hidup, bersemangat, bermutu dan berdaya guna.
b)      Penguasaan peserta didik terhadap bahan pelajaran lebih mendalam, juga melatih murid berpikir ilmiah.
c)      Menumbuhkan sikap obyektif, percaya diri, bersungguh-sungguh, berani serta bertanggung jawab.
2)      Kekurangan metode problem solving
a)      Sulit menentukan alternatif permasalahan yang tepat untuk diajukan sesuai kemampuan anak.
b)      Apabila problem yang diajukan terlalu berat, akan mengundang banyak resiko.
c)      Guru akan mengalami kesulitan dalam mengevaluasi secara tepat proses pemecahan masalah yang dilakukan murid.

B.     Hasil Penelitian yang Relevan
Eni Rahmawati pada tahun 2010 mengadakan penelitian dengan judul:
“Efektivitas metode problem solving dalam Pembelajaran Matematika Materi Pokok Bilangan Bulat Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” menyimpulkan bahwa metode problem solving efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika materi pokok bilangan bulat.
Najiullah pada tahun 2010, membuat penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik”. Dari hasil penelitiannya, membuktikan bahwa Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada materi pokok perubahan energi pada reaksi kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan cukup signifikan.
Muhamad Arif, tahun 2010, melakukan penelitian  dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika. Penelitiannya berkesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran problem based instruction dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika.

C.    Hipotesis Tindakan 
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian di atas, dapat dibuat hipotesis tindakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta Pada Tahun Pelajaran 2012/2013.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta.
2.      Waktu penelitian adalah pada bulan Mei 2013.

B.     Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan memberikan tindakan berupa penggunaan metode pembelajaran problem solving. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus serta mampu memberi solusi pada masalah baik secara perorangan maupun secara keseluruhan, ini akan dilakukan secara bersiklus dengan tindakan yang dilakukan dari kondisi awal.
Untuk menerapkan perangkat pembelajaran problem solving digunakan rancangan penelitian tindakan, selain itu juga untuk memecahkan masalah-masalah praktis, juga untuk memperbaiki strategi pembelajaran. Dalam penelitian ini tindakan yang dimaksud adalah penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Secara garis besar terdapat empat tahapan yang harus dilalui dalam penelitian tindakan kelas, yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:





siklus ptk rozak.jpg
Gambar 3.1. Bagan Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Suharsimi Arikunto

C.    Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta, dengan jumlah siswa sebanyak 21 orang (11 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan) pada Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.    Peran Dan Posisi Peneliti
Peran dan posisi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai guru sekaligus peneliti dengan observer teman sejawat yang mengamati dan mencatat segala aktifitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan Metode Pembelajaran Problem Solving.



E.     Tahapan Intervensi Tindakan
Tahapan intervensi tindakan dalam penelitian dimulai dengan tindakan pada siklus I, apabila pada refleksi siklus I target penelitian yang diharapkan belum tercapai maka penelitian dilanjutkan dengan tindakan pada siklus II dan siklus selanjutnya sampai dengan target penelitian tercapai dengan sempurna.
Pada pelaksanaan siklus akan dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas. Adapun tahapan intervensi tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Perencanaan
Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan adalah:
a.       Membuat rencana pembelajaran dengan metode pembelajaran problem solving dan lembar observasi.
b.      Membuat instrumen yang akan digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas/ alat bantu/ media yang diperlukan.
c.       Membuat alat evaluasi.
2.      Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran problem solving yang telah direncanakan.
3.      Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi.
4.      Refleksi
Hasil yang didapatkan dari hasil observasi dikumpulkan untuk kemudian dianalisis. Pada tahap ini guru dapat merefleksi diri berdasarkan hasil observasi dan diskusi. Untuk mengkaji apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS. Hasil refleksi akan menjadi acuan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya. Adapun data dan cara pengambilannya adalah:


a.       Sumber data dari tindakan kelas ini adalah siswa dan guru peneliti.
b.      Jenis data yang didapatkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari:
1)      Rencana pelaksanaan pembelajaran
2)      Data hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran.
c.       Cara pengambilan data
1)      Data tentang keterkaitan antara perencanaan pelaksanaan pembelajaran didapatkan dari lembar observasi.
2)      Data tentang aktivitas siswa didapatkan dari lembar observasi.
3)      Data hasil belajar diperoleh dari tes penilaian.

F.     Hasil Intervasi Tindakan yang Diharapkan
Hasil penelitian tindakan yang diharapkan pada penelitian ini adalah bahwa penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS pada materi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda. Diharapkan pada penelitian ini 70% dari jumlah keseluruhan siswa yang menjadi subjek penelitian mencapai hasil belajar dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 65.

G.    Data dan Sumber Data
Data dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh baik dari siswa maupun dari guru peneliti. Data untuk analisis pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran problem solving didapatkan dari lembar observasi. Sedangkan data perubahan perilaku siswa didapatkan dari lembar observasi, wawancara dengan siswa, dan catatan lapangan. Dan data hasil belajar siswa diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada akhir setiap siklus.




H.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara dengan subjek penelitian, tes hasil belajar, catatan lapangan, lembar observasi. Hasil setiap pengamatan didiskusikan pada saat analisis data untuk selanjutnya dijadikan dasar untuk melakukan refleksi.

I.       Instrumen Pengumpul Data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Tes Hasil Belajar
Bentuk tes yang diberikan pada penelitian ini adalah tes pilihan ganda, untuk mengukur hasil belajar siswa pada materi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda dan Jepang.
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Soal
No
Indikator
Jumlah Soal


1
Menceritakan sebab jatuhnya daerah-daerah nusantara ke dalam kekuasaan pemerintah Belanda
3

2.
Menjelaskan sistem kerja paksa dan penarikan pajak yang memberatkan rakyat
3

3.
Menceritakan perjuangan para tokoh daerah dalam upaya mengusir penjajah Belanda
4


 Jumlah Total
10


2.      Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas
Untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas digunakan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran yang berisi indikator-indikator penilaian yang ingin dicapai pada penelitian ini.
Adapun lembar observasi pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran
No
Tahapan
Indikator
1
Kegiatan membuka Pelajaran
1.      Mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran
2.      Melakukan kegiatan apersepsi
3.      Menyampaikan tujuan pembelajaran
2
Kegiatan Inti Pembelajaran
1.      Penguasaan Materi Pelajaran
2.      Pendekatan/ strategi pembelajaran
3.      Pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran
4.      Pembelajaran yang memicu adanya keterlibatan siswa
3
Evaluasi/ penilaian/ tindak lanjut
1.      Penilaian proses dan hasil belajar
2.      Penggunaan bahasa
3.      Penutup

3.      Aktivitas Siswa
Untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa dalam penerapan metode pembelajaran problem solving digunakan lembar observasi. Adapun kisi-kisi lembar observasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3. Lembar Observasi Aktivitas  Siswa
No
Aktivitas yang diobservasi


1
Siswa memperhatikan penjelasan guru

2
Siswa mendengarkan penjelasan dari guru

3
Siswa mencatat penjelasan guru

4
Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

5
Siswa mengajukan pertanyaan

6
Siswa menjawab pertanyaan

7
Siswa merespon permasalahan yang diberikan oleh  guru.

8
Siswa berani mengungkapkan pendapat

9
Siswa aktif  bekerjasama dengan kelompoknya

10
Siswa bersemangat dalam proses pembelajaran


J.      Analisis dan Interpretasi Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data dilanjutkan dengan interpretasi data. Data yang akan dianalisis adalah data hasil belajar siswa, hasil observasi kegiatan guru dan siswa pada proses pembelajaran, catatan lapangan dan wawancara:
1.      Tes hasil belajar
Dalam menganalisis data hasil belajar pada aspek kognitif atau penguasaan konsep menggunakan analisis dekriptif dari setiap siklus dapat diperoleh dengan memberi skor pada setiap butir soal yang diberikan kepada siswa. Dalam hal ini tes yang digunakan adalah berupa tes pilihan ganda. Tingkat pencapaian kompetensi dasar yang bersangkutan adalah perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan jumlah siswa keseluruhan. Untuk menghitung skor rata-rata hasil belajar siswa menggunakan rumus seperti di bawah ini.
Keterangan:
      = Mean (skor rata-rata)
      = Jumlah Total Skor siswa
         = jumlah siswa

2.      Data observasi
a.       Data observasi kegiatan guru
Data kegiatan guru akan diolah secara kualitatif dimana skror rata-rata kegiatan guru akan dibagi menjadi lima kategori skala yaitu: sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik  dan tidak baik.
b.      Data observasi aktivitas siswa
Analisis data kegiatan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan format observasi. Untuk mengolah data observasi kegiatan siswa digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
          = angka persentase
         = frekwensi siswa yang memunculkan indikator
          = jumlah responden
     = bilangan tetap (rumus persentase)

K.    Pengembangan Perencanaan Tindakan
Setelah perencanaan tindakan dilakukan, maka untuk pengembangan tindak lanjutnya adalah evaluasi yaitu evaluasi tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, hasil belajar siswa yang sesuai dengan dengan indikator ketercapaian dan tahapan pembelajaran problem solving seperti persiapan guru, persiapan kelas, penyajian dan langkah-langkah lanjutan sudah tercapai atau belum. Kemudian jika hasilnya belum memuaskan atau belum mencapai target yang diharapkan, maka evaluasi ini digunakan untuk melakukan refleksi kembali.
Refleksi yang dilakukan peneliti adalah evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan selama proses intervensi tindakan. Hasil observasi dalam tahapan pengamatan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil observasi secara objektif. Hasil observasi juga digunakan untuk evaluasi terhadap prosedur, apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran sesuai dengan perencanaan ataukan terjadi penyimpangan, dan juga apakah hasilnya sudah memenuhi target yang diharapkan atau belum.



DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Pusat Perbukuan Dep. Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT. Rineka Cipta, Cet. I, 1999

Agus  Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009)

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 11

Faturrahman, M.MPd, dkk., Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2012)

Imansjah Alipandie, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984)

Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, Semarang: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag bekerja sama dengan DIT Bina Widyaiswara LAN-RI

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006)

Pribadi A. Benny, Model Assure untuk Mendesain Pembelajaran Sukses, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2011)

Syaiful. B. Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008)

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher, 2007)

Udin S. Winataputra, dkk., Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008)

Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009)


[1] Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 12-13.
[2]Ibid, hlm. 71.

[3]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 27
[4]Pribadi A. Benny, Model Assure untuk Mendesain Pembelajaran Sukses, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2011), hlm. 12
[5]Ibid.
[6]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 11
[7]Ibid.,  hlm. 12
[8]Faturrahman, M.MPd, dkk., Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2012), hlm. 7
[9]Ibid., hlm. 13
[10]Agus  Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hlm. 7
[11]Syaiful. B. Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hlm. 22

[12]Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 22
[13]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 17

[14]Syaiful. B. Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hlm. 22
[15]Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 116

[16]Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 34

[17]Syaiful. B. Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hlm. 175
[18]Ibid., hlm. 176

[19]Udin S. Winataputra, dkk., Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.19

[20]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 40-41

[21]Amin Suyitno, Op. Cit., hlm. 2
[22]Imansjah Alipandie, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1984, hal. 105
[23]Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, hal.103
[24]Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Pusat Perbukuan Dep. Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT. Rineka Cipta, Cet. I, 1999, hal. 257
[25]Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, Semarang: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag bekerja sama dengan DIT Bina Widyaiswara LAN-RI, 2007, hal. 25
[26]Ibid, hal. 25-26
[27]Ibid., hal. 103-104
[28]Imansjah, Op. Cit., hal. 106-107